Film ini menimbulkan kembali gairah saya untuk menulis novel. Sudah sejak kuliah, saya ingin sekali menulis novel tapi proyek ketaatan saya selalu tidak bisa saya taati. Semua judul dan plot cerita yang pernah terlintas di benak saya menjadi pudar seiring dengan berjalannya waktu. Bukan hanya relasi saja yang membutuhkan kesetiaan, namun menulis novel juga membutuhkan kesetiaan luar biasa.
Saya mengagumi kekayaan novel ciptaan Charlotte Bronte yang dituangkan dalam film ini. Menurut saya novel ini layak diangkat dalam layar lebar dan menjadi film alternatif yang bermutu. Saya menonton film ini tiga kali berturut-turut, dan semakin jatuh cinta ketika berusaha mencoba mengerti lebih dalam pesan di dalamnya. Wanita ini, Charlotte Bronte, sangat cemerlang. Dia mempunyai 'X-Factor' dalam hidupnya, yang saya yakin, itulah yang menjadi inspirasinya dalam berimajinasi mengenai tokoh Jane Ayre dalam novel-nya.
Berikut saya ingin berbagi beberapa poin pembelajaran yang bisa kita pelajari dari tokoh Jane Eyre dalam novel karya Charlotte Bronte, khususnya untuk para wanita yang hidup di abad 21 ini.
1. Cari dan temukan 'personal relationship' dengan Tuhan. Kalau sudah menemukannya, hidupi apa yang kamu tahu benar. Tidak perlu sempurna karena selagi masih manusia kita akan jatuh bangun. Namun, lakukan satu hal yang benar dalam satu waktu. Biasakanlah seperti itu setiap saat. Suatu saat, anda akan melihat hidup dan karakter anda berubah menjadi lebih baik karena kebiasaan itu.
Saya kira, film ini adalah salah satu potret penghormatan kepada Tuhan yang sangat personal. Mengapa personal? Karena cara dia menghormati Tuhan lahir dari pemahamannya yang personal bersama Tuhan. Bukan mengikuti pengalaman dan arahan orang lain. Bukankah sejak kecil bahkan sampai saat ini, seringkali hidup kita diramaikan dengan 'apa yang baik' menurut orang lain (orang tua, pemimpin gereja, teman dan masyarakat)? Bukan maksud saya agar kita tidak mendengarkan nasehat atau pengalaman orang lain, namun lebih dari pada itu, kita mendengarkan dan belajar dari mereka tetapi kita harus 'meramu' semua nasehat dan contoh yang ada di sekitar kita untuk memperoleh pengertian yang personal sesuai konteks panggilan Tuhan yang unik bagi kita.
Berikut saya ingin berbagi beberapa poin pembelajaran yang bisa kita pelajari dari tokoh Jane Eyre dalam novel karya Charlotte Bronte, khususnya untuk para wanita yang hidup di abad 21 ini.
1. Cari dan temukan 'personal relationship' dengan Tuhan. Kalau sudah menemukannya, hidupi apa yang kamu tahu benar. Tidak perlu sempurna karena selagi masih manusia kita akan jatuh bangun. Namun, lakukan satu hal yang benar dalam satu waktu. Biasakanlah seperti itu setiap saat. Suatu saat, anda akan melihat hidup dan karakter anda berubah menjadi lebih baik karena kebiasaan itu.
Saya kira, film ini adalah salah satu potret penghormatan kepada Tuhan yang sangat personal. Mengapa personal? Karena cara dia menghormati Tuhan lahir dari pemahamannya yang personal bersama Tuhan. Bukan mengikuti pengalaman dan arahan orang lain. Bukankah sejak kecil bahkan sampai saat ini, seringkali hidup kita diramaikan dengan 'apa yang baik' menurut orang lain (orang tua, pemimpin gereja, teman dan masyarakat)? Bukan maksud saya agar kita tidak mendengarkan nasehat atau pengalaman orang lain, namun lebih dari pada itu, kita mendengarkan dan belajar dari mereka tetapi kita harus 'meramu' semua nasehat dan contoh yang ada di sekitar kita untuk memperoleh pengertian yang personal sesuai konteks panggilan Tuhan yang unik bagi kita.
2. Jadi orang yang mengerti 'hati Tuhan', karena anda akan taat karena anda mengasihi-Nya. Tapi jangan pernah berusaha mentaati satu set aturan yang bertujuan untuk membuat anda diterima atau ingin terlihat baik.
Kadang Saya pikir problematika yang dihadapi sang tokoh, Jane Eyre, dalam film ini sangat mewakili problematika wanita seperti saya. Walaupun dalam kemasan zaman yang sangat berbeda, namun sikap dan prinsip hidup Jane Eyre sangat kontekstual dengan zaman ini. Jane Eyre memberikan pemahaman yang cukup jelas antara batas antara menghormati Tuhan dan mengikuti agama. Konteks yang saya maksudkan sama itu adalah kondisi dimana orang menggunakan nama Tuhan untuk membungkus idealisme pribadi/lembaga untuk memaksakan orang lain mengikuti apa yang mereka pikir benar untuk dilakukan -->abuse rohani. Dan itu sangatlah tidak benar. Dalam film ini ada beberapa tokoh yang saya pikir telah dengan sengaja melakukan abuse rohani kepada Jane. Seperti Mr Brocklehurst, salah satu guru dari Jane, menyebarkan fitnah sejak hari pertama Jane menginjakkan kaki di sekolah itu. Mr Brocklehurst mewakili tipe pemuka-pemuka agama yang terlihat sangat strick dengan satu set aturan agamawi dan meng'klaim tahu apa yang baik menurut Tuhan dan kemudian memakai hal itu untuk menghakimi ketidaksempurnaan/ketidakmaksimalan seseorang menurut cara berpikir mereka.
Kadang Saya pikir problematika yang dihadapi sang tokoh, Jane Eyre, dalam film ini sangat mewakili problematika wanita seperti saya. Walaupun dalam kemasan zaman yang sangat berbeda, namun sikap dan prinsip hidup Jane Eyre sangat kontekstual dengan zaman ini. Jane Eyre memberikan pemahaman yang cukup jelas antara batas antara menghormati Tuhan dan mengikuti agama. Konteks yang saya maksudkan sama itu adalah kondisi dimana orang menggunakan nama Tuhan untuk membungkus idealisme pribadi/lembaga untuk memaksakan orang lain mengikuti apa yang mereka pikir benar untuk dilakukan -->abuse rohani. Dan itu sangatlah tidak benar. Dalam film ini ada beberapa tokoh yang saya pikir telah dengan sengaja melakukan abuse rohani kepada Jane. Seperti Mr Brocklehurst, salah satu guru dari Jane, menyebarkan fitnah sejak hari pertama Jane menginjakkan kaki di sekolah itu. Mr Brocklehurst mewakili tipe pemuka-pemuka agama yang terlihat sangat strick dengan satu set aturan agamawi dan meng'klaim tahu apa yang baik menurut Tuhan dan kemudian memakai hal itu untuk menghakimi ketidaksempurnaan/ketidakmaksimalan seseorang menurut cara berpikir mereka.
Hmmm.. Sampai di sini, apakah teman-teman penasaran dengan film ini??
Ayook dicari filmnya, dan segera dinonton. Saya lanjutkan poin pembelajaran dari Jane Eyre. Poin-poin berikut merupakan hasil perenungan saya berdasarkan pengalaman.
3. Menghargai dan mengasihi dirimu sendiri adalah hal yang esensi. Kamu tidak bisa menunjukkan cara mengasihi orang lain tanpa terlebih dahulu mengasihi dirimu.
Ketika Jane tahu orang dicintainya, telah menikah dengan wanita, dan wanita itu masih hidup, Jane dengan independensinya memutuskan untuk meninggalkan Edward Rochester. Jane memegang rule, bahwa adalah salah ketika menikah orang yang sudah menikah dan pasangannya masih hidup. Tidak peduli seberapa besar Jane mencintai Edward, dia lebih memilih kehormatan dirinya. Saat itu, Jane mempunyai banyak waktu untuk merenungkan dan memikirkan situasi yang sedang terjadi secara menyeluruh dan sampai pada kesimpulannya sendiri. Jane tidak membiarkan Edward meyakinkan dirinya bahwa menikahi Edward dengan status sebagai suami orang lain adalah baik-baik saja.
3. Menghargai dan mengasihi dirimu sendiri adalah hal yang esensi. Kamu tidak bisa menunjukkan cara mengasihi orang lain tanpa terlebih dahulu mengasihi dirimu.
Ketika Jane tahu orang dicintainya, telah menikah dengan wanita, dan wanita itu masih hidup, Jane dengan independensinya memutuskan untuk meninggalkan Edward Rochester. Jane memegang rule, bahwa adalah salah ketika menikah orang yang sudah menikah dan pasangannya masih hidup. Tidak peduli seberapa besar Jane mencintai Edward, dia lebih memilih kehormatan dirinya. Saat itu, Jane mempunyai banyak waktu untuk merenungkan dan memikirkan situasi yang sedang terjadi secara menyeluruh dan sampai pada kesimpulannya sendiri. Jane tidak membiarkan Edward meyakinkan dirinya bahwa menikahi Edward dengan status sebagai suami orang lain adalah baik-baik saja.
4. Kamu dapat menang terhadap masa lalu, sekalipun masa lalu-mu sangat mengerikan.
Novel ini dimulai ketika Jane berumur sekitar 10 tahun. Ayah dan ibunya meninggal karena tifus sehingga Jane harus tinggal dengan Mr. Reed (orang yang mengadopsi Jane dan Jane menganggapnya sebagai pamannya). Jane sangat dikasihi oleh pamannya, namun sangat dibenci oleh istri pamannya. Setelah pamannya meninggal karena sakit, Jane hidup dalam kesulitan. Setiap hari menjadi korban kenakalan dan kejahilan sepupunya dan kekasaran istri pamannya. Jane akhirnya bisa diselamatkan dari mimpi buruk di rumah pamannya, dengan masuk ke Lowood School untuk para gadis. Sebelum Jane berangkat untuk masuk asrama sekolah, dengan berani ia bertemu dengan istri pamannya dan berani berkonfrontasi.
Walaupun hidup dalam penindasan, tapi itu tidak membuat keberaniannya memudar, justru mengasah karakternya menjadi anak yang berani menunjukkan sikap. Ternyata lepas dari rumah, tidak membuat hidup Jane menjadi aman.
Novel ini dimulai ketika Jane berumur sekitar 10 tahun. Ayah dan ibunya meninggal karena tifus sehingga Jane harus tinggal dengan Mr. Reed (orang yang mengadopsi Jane dan Jane menganggapnya sebagai pamannya). Jane sangat dikasihi oleh pamannya, namun sangat dibenci oleh istri pamannya. Setelah pamannya meninggal karena sakit, Jane hidup dalam kesulitan. Setiap hari menjadi korban kenakalan dan kejahilan sepupunya dan kekasaran istri pamannya. Jane akhirnya bisa diselamatkan dari mimpi buruk di rumah pamannya, dengan masuk ke Lowood School untuk para gadis. Sebelum Jane berangkat untuk masuk asrama sekolah, dengan berani ia bertemu dengan istri pamannya dan berani berkonfrontasi.
Walaupun hidup dalam penindasan, tapi itu tidak membuat keberaniannya memudar, justru mengasah karakternya menjadi anak yang berani menunjukkan sikap. Ternyata lepas dari rumah, tidak membuat hidup Jane menjadi aman.
Di antara 80 orang anak gadis yang tinggal di asrama sekolah itu, Jane menemukan sahabatnya, Helen Burns. Mereka berbagi kehidupan dan jiwa mereka semakin melekat karena kejujuran antara satu dan yang lain. Helen menjadi sakit karena fasilitas sekolah yang sangat minim. Uang sekolah dipakai oleh Mr Brocklehurst sehingga mereka harus tinggal dalam kamar yang dingin dengan makanan yang sedikit serta pakaian yang sangat tipis. Setelah berjuang beberapa waktu, Helen akhirnya meninggal di pelukan Jane. Satu ungkapan Helen yang menjadi titik balik refleksi Jane terhadap semua bentuk ketidakadilan yang pernah diterimanya dalam kehidupannya: “Life appears to
me too short to be spent in nursing animosity or registering wrongs".
Jane berhasil mengatasi masa lalu, dan mengubah jalan hidupnya. Saya diperkenankan oleh Tuhan bertemu banyak teladan hidup orang yang berasal dari latar belakang kurang mengenakkan dan mempunyai masa lalu sangat menyedihkan. Namun, ketika mendengarkan mereka bercerita tentang hidup mereka dan melihat hidup mereka saat ini, saya benar-benar kagum, mereka adalah pemenang kehidupan karena mereka berhasil mengatasinya. Bagaimana dengan kamu? Apa masa lalu-mu? Apakah kamu masih hidup saat ini sebagai korban masa lalu atau sebagai pemenang dari masa lalu?
Jane berhasil mengatasi masa lalu, dan mengubah jalan hidupnya. Saya diperkenankan oleh Tuhan bertemu banyak teladan hidup orang yang berasal dari latar belakang kurang mengenakkan dan mempunyai masa lalu sangat menyedihkan. Namun, ketika mendengarkan mereka bercerita tentang hidup mereka dan melihat hidup mereka saat ini, saya benar-benar kagum, mereka adalah pemenang kehidupan karena mereka berhasil mengatasinya. Bagaimana dengan kamu? Apa masa lalu-mu? Apakah kamu masih hidup saat ini sebagai korban masa lalu atau sebagai pemenang dari masa lalu?
5. Jangan pernah percaya kalau ada seseorang atau budaya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak bisa kita lakukan karena kita terlahir sebagai perempuan. Itu salah.
Berikut penggalan ungkapan dalam novel/film Jane Eyre ini dan biarkan diri anda terinspirasi: "Women are supposed to be very calm generally: but women feel just as men feel; they need exercise for their faculties, and a field for their efforts, as much as their brothers do; they suffer from too rigid a restraint, to absolute a stagnation, precisely as men would suffer; and it is narrow-minded in their more privileged fellow-creatures to say that they ought to confine themselves to making puddings and knitting stockings, to playing on the piano and embroidering bags. It is thoughtless to condemn them, or laugh at them, if they seek to do more or learn more than custom has pronounced necessary for their sex'. Ini adalah pemikiran seorang wanita yang dipublikasikan pada tahun 1847. Bayangkan, bukankah sampai sekarang, di abad ke-21 ini masih banyak wanita khususnya di Indonesia yang terperangkap dalam rantai budaya yang salah ini?? Saya juga mengalami korban dari 'budaya' ini. Saya memberikan contoh, di budaya orang Kupang - NTT (note: bukan semua orang NTT seperti ini, saya mengambil contoh ini karena saya adalah korbannya, ha ha ha), seorang wanita dianggap aneh/dicurigai ada sesuatu yang salah jika sampai berumur 30 tahun belum pacaran/menikah. Pertanyaan-pertanyaan mengenai, sudah ada yang mau?? Mungkin terlalu pilih-pilih dan jual mahal makanya belum dapat sampai sekarang. Dan masih banyak bentuk kalimat 'penindasan' lainnya yang masih berkembang biak dengan bebasnya dan mengukung wanita. Mari berpikir, apakah salah satu atau salah dua dari keluarga/tetangga-mu masih mempunyai pikiran seperti ini? He he he, hanya kamu yang tahu.
6. Yang terpenting kejar kecantikan karakter, karena itulah yang akan menjadi hiasan utama seorang wanita.
Jane Eyre bukan wanita cantik menurut standar konvensional. Dan Mr. Rochester adalah seorang pria tampan. Kehidupan lebih sulit bagi Jane karena dia tidak menarik. Tapi ini budaya Victorian yang menempatkan begitu banyak nilai dalam keindahan yang dikritik habis-habisan dalam film ini. Jane adalah orang yang mengagumkan, terlepas dari dia cantik atau tidak. Memang benar, kadang-kadang kita akan menjadi orang yang lebih bahagia jika kita berhenti untuk memberikan perhatian terlalu banyak tentang penampilan (memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan).
7. Hidup menjadi sebuah petualangan tanpa batas untuk orang-orang yang berani mengambil resiko.
Jane mencatat, “I remembered that the real world was wide, and that a varied field of hopes and fears, of sensations and excitements, awaited those who had the courage to go forth into its expanse, to seek real knowledge of life amidst its perils".
Yang dalam bahasa terejmahan saya kira-kira seperti ini: "Saya ingat bahwa dunia nyata adalah luas, dan di sana terdapat medan yang sangat bervariasi dari harapan dan ketakutan, sensasi dan kegembiraan, yang menunggu orang-orang yang mempunyai keberanian untuk berjalan maju untuk mencari ilmu sejati kehidupan yang diperoleh di tengah-tengah bahaya".
Kalau Jane tidak berani, dia mungkin telah kembali setelah lulus dari Sekolah Loowood ke wanita kejam yang membesarkannya dan tidak pernah mencari sesuatu yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Kalau Jane tidak berani, maka dia tidak akan meninggalkan Edward. Jane bisa saja memilih tempat aman yaitu dengan tetap menikah dengan Edward, sang pria kaya dan gagah yang telah jatuh cinta dengannya. Jane bisa saja berpikir saat itu, inilah kehidupan yang menyenangkan yang seharusnya dicicipinya sejak kecil. Namun, ia memilih meninggalkan Edward karena prinsip kehidupannya yang fundamental. Kalau Jane tidak berani, maka dia akan dengan mudah dimanipulasi oleh St. John Rivers yang mempengaruhi Jane untuk menikahinya dengan memakai alasan pernikahan untuk tujuan yang mulia yaitu sebagai misionaris suami-istri ke daerah India. Ayo, apakah kehidupan anda saat ini membosankan? Mungkin salah satunya karena anda ada di posisi nyaman.
Demikian 7 pelajaran yang saya dapatkan dari Jane Eyre, semoga bisa menjadi inspirasi buat teman-teman, khususnya para wanita.
Sebagai akhir dari tulisan saya kali ini, saya mengutip beberapa quote yang bagus dalam film tersebut, yang pasti akan membuat anda terkagum-kagum dengan Jane Eyre, sang wanita sederhana, dengan karakter mengagumkan, yang lahir dari imajinasi seorang Novelis bernama Charlotte Brontë.
Sebagai akhir dari tulisan saya kali ini, saya mengutip beberapa quote yang bagus dalam film tersebut, yang pasti akan membuat anda terkagum-kagum dengan Jane Eyre, sang wanita sederhana, dengan karakter mengagumkan, yang lahir dari imajinasi seorang Novelis bernama Charlotte Brontë.
Semoga 7 pelajaran dari Jane Eyre di atas bisa berguna buat para wanita yang membaca.
With Love,
Maya