Mazmur 103:15, 16
“Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.”
Mengingat Nats ini memberikan peringatan mendalam, mengenai hari-hari hidup yang sudah saya lalui. Sepertinya kesempatan menjadi dan berbuat yang terbaik hanya hari ini. Sangat takut melewatinya tanpa Tuhan. Perlu memastikan hari ini apa yang saya lakukan berkenan di hati-Nya. Sekaligus membuka refleksi Ulang Tahun ke-26 ini.
Bunga rumput muncul sebentar saja, dan akan menghilang. Waktu yang sebentar itu, telah berkurang setahun tepat pada hari ini. Dan di hadapan saya terbentang beberapa keputusan besar yang dimulai dari sebuah langkah awal yang besar. Sejak tahun lalu berpikir, mendoakan dan menimbang segalanya. Bahkan sampai saat mempersiapkan kepindahan ke Denpasar, masih terus berdoa dan bertanya:
Siapkah dengan segala kemungkinan terburuk yang 'mungkin' terjadi?
Mengapa harus memulai sesuatu dari nol, sesuatu yang belum tentu ada hasilnya, di tanah asing? Ini kan mimpi yang menjadi kenyataan, jangan sia-siakan kesempatan album rohani ini! Bodoh, siap-siap menyesal kalau meninggalkan Surabaya..
Apakah ini jalan terbaik yang harus ditempuh?? Pikir mudah apa mendapatkan komunitas rohani yang saling mendukung seperti yang kamu miliki di sini!! Kehidupan yang lebih plural dan pergaulan yang hedonis.
Apakah ini waktu yang tepat? Bagaimana kalau ini keputusan besar yang fatal?? Awas terjerumus secara perlahan-lahan ke dalam cara hidup yang tidak benar dan justru kehilangan Tuhan di sana.
Bagaimana kalau digosipkan yang tidak benar, bukankah tidak menjadi kesaksian..
Bagaimana kalau sampai pada akhirnya keluarga tidak mendukung dengan berbagai alasan, apakah tetap mau dipaksakan..??
Bagaimana kalau digosipkan yang tidak benar, bukankah tidak menjadi kesaksian..
Bagaimana kalau sampai pada akhirnya keluarga tidak mendukung dengan berbagai alasan, apakah tetap mau dipaksakan..??
Pertanyaaan dan pernyataan ini senantiasa mengantui saya dan membuat semua konfirmasi-konfirmasi kecil yang menguatkan saya menjadi tidak berarti karena ketakutan itu selalu saja datang mengganggu saya.
Hanya karena saya tidak mengerti (kurang cukup alasan) mengapa harus pindah ke Denpasar, saya tidak berhak menentukan bahwa Tuhan mungkin keliru dengan memberikan kekuatan-kekuatan kecil yang menjawab segala pertanyaan untuk memantapkan langkah saya menuju Denpasar. Saya sangat menyadari petunjuk-petunjuk itu datang dari-Nya, Akan tetapi, bila saya mulai mempertimbangkan pro dan kontra, kemudian perdebatan masuk ke dalam pikiran, maka yang saya temui adalah pertimbangan-pertimbangan yang sama sekali tidak menunjukkan unsur pribadi Allah (Iman, Pengharapan, Kasih, Kebenaran).
Misi Hidup VS Pasangan Hidup
Saya berada di dalam dua sisi yang berbeda tipis. Ada gagasan-gagasan tentang pergumulan ini yang tidak sesuai dengan hukum idealisme yang selama ini saya bangun lewat berbagai pengetahuan dan dogma yang saya terima. Yang paling utama adalah gagasan saya tentang pasangan hidup. Bahwa saya seharusnya digerakkan oleh misi hidup bukan pasangan hidup. Pasangan hidup itu pelengkap, yang utama adalah misi hidup. Dan sama sekali tidak mengijinkan kemungkinan pasangan hidup itu termasuk dalam misi hidup yang saya perjuangkan. Saking begitu kentalnya, saya membutuhkan hampir setahun untuk benar-benar memutuskan hal ini.
Tuhan.. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan di Denpasar.. Yang pasti yang harus saya lakukan adalah bekerja, terlibat dalam pelayanan, dan mengembangkan talenta bernyanyi..
Namun, pikiran saya tidak mengijinkan agar rencana di atas dapat ditrima sebagai pendukung kepindahan saya. Dan akhirnya, waktu untuk memilih itu mendesak dan harus di tentukan. Tak dapat ditunda lagi. Kontrak rekaman album rohani atau pindah ke Denpasar? Masing-masing dengan konsekuensi jangka panjang yang mengikat. Bertambah getir-lah hati saya.
Diam dalam keheningan dan tetap tekun latihan menyanyi, tetap bekerja, tetap berdoa, tetap mempertanyakan. Waktu-waktu di atas angkutan umum (angkot) menuju latihan menyanyi adalah waktu yang tepat untuk merasa bimbang dan berdoa. Melihat semua frame kehidupan yang berlalu di sisi kanan kiri jalan. Menanti dengan sabar kapan jemputan teman tiba sambil trus merasakan bahwa Dia hadir dalam segala kejadian sederhana dalam segenap kehidupan saya. Dan perenungan terhadap pertanyaan sederhana muncul di dalam kediaman yang paling hening..
Pelajaran Iman dari Petrus
Iman bukan pengertian intelektual. Iman adalah janji sukarela untuk tetap setia kepada Pribadi Yesus. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Walaupun saya tidak dapat melihat jalan yang terbentang di depan. Kisah Petrus dan murid-murid di atas perahu yang dilanda gelombang. Ketika ketakutan melanda karena angin sakal itu, sosok Yesus muncul di atas air.
Petrus melihat Yesus. Ia mengenal Yesus dan tak ada keraguan bahwa itu adalah Tuhan-nya yang senantiasa bersamanya setiap hari. Ia yakin ia berjalan menuju Tuhan-Nya walalupun langkah yang akan diambilnya terlihat 'tidak masuk akal'. What?? Berjalan di atas air?? Orang percaya yang bertanggung jawab adalah orang percaya yang berani masuk dan menghadapi tantangan seperti ini. Murid-murid yang lain, tetap berada di dalam perahu dan semakin takut.
“Berjalan di atas air” bukan berarti lari dari persoalan dan ingin mencari posisi yang lebih aman. Sebab tatkala Petrus berjalan di atas air anginnya masih ada. Resikonya adalah, kalau di tengah perjalanan itu ia lengah, maka ia akan kalah.“ Matius 14:30 mencatat bahwa Petrrus tenggelam justru bukan pada saat berada di perahu dengan angin sakal itu, tetapi karena tiupan angin setelah keluar dari perahu. Ia tidak memusatkan perhatiannya pada Tuhan Yesus, maka ia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Ia tenggelam.
Diam di atas perahu seperti murid-murid yang lain ATAU berjalan di atas air seperti yang dilakukan Petrus adalah pilihan iman. Yang salah adalah ketakutan itu. Dan dengan gamblangnya, suara hati saya menjawab pertanyaan saya. Pilihan untuk menerima kontrak rekaman album dan pindah ke Denpasar adalah pilihan iman. Dengan penyataan khusus yang terus menjawab ketakutan saya dan menyertakanNya dalam proses berpikir/menimbang semua kesempatan dan konsekuensi, saya semakin diperdamaikan dengan semua konflik dalam diri. Saya siap menghadapi dan bertanggung jawab di dalam Iman atas keputusan saya. Semuanya dapat saya hadapi, bahkan segala kemungkinan terburuk, dapat di jalani dengan kekuatan penyertaanNya yang slalu terbukti dan tidak pernah gagal. Pertanyaan reflektif yang jujur yang diungkapkan oleh orang-orang yang mengasihi bahkan sampai ejekan/sindiran/penyepelehan orang lain atas pergumulan saya justru telah memurnikan sgalanya.
Dan saya semakin yakin, jika hidup saya selaras dengan kehendak-Nya, maka meski saya tidak tahu apa yang akan terjadi, saya pasti memiliki naluri tentang arah yang benar. Dengan keberanian dan kepercayaan diri, saya dapat terus maju. Tanpa takut tersesat, saya tahu bahwa setelah melalui badai dan ketidakpastian, saya akan tiba di tempat yang benar.
Dan saya semakin yakin, jika hidup saya selaras dengan kehendak-Nya, maka meski saya tidak tahu apa yang akan terjadi, saya pasti memiliki naluri tentang arah yang benar. Dengan keberanian dan kepercayaan diri, saya dapat terus maju. Tanpa takut tersesat, saya tahu bahwa setelah melalui badai dan ketidakpastian, saya akan tiba di tempat yang benar.
Mengarahkan Pandangan, Menetapkan Langkah
Sebuah keputusan yang tepat bukan dinilai pada saat ini, melainkan akan diuji oleh sang waktu. Membahas pro dan kontra, saya lebih mengutamakan menjelaskan pergumulan keputusan ini kepada orang yang bertanya secara langsung, teman-teman terdekat, keluarga. Saya berusaha membuat mereka mengerti dengan penjelasan sederhana dan terbaik yang bisa saya berikan. Namun ternyata, seberapa baiknya berusaha menjaga kelakukan, sikap dan kata kita untuk slalu bersih tak dapat mengagalkan pernyataan dan komentar negatif orang lain. Dan sejenak saya kembali frustasi dengan konsekuensi ini. Namun, ayat ini kembali menguatkan saya.
Akuilah DIa dalam segala laku-mu, maka Ia akan meluruskan jalan-mu - Amsal 3:6
Serasa berada di satu titik petualangan baru yang mendebarkan. Dengan mengabdikan diri pada Tuhan, berjalan bersama-Nya, mengakui-Nya dan karya kebesaranNya akan membuat saya mantap. Apapun itu, konsekuensi apapun itu, semua ada dalam kedaulatan-Nya. Siapapun bertanggungjawab dengan pilihan-nya kepada Tuhan. Selama Ia beserta-ku, saya + TUHAN adalah mayoritas. Kehadiran-Nya.. Pengertian-Nya.. Pimpinan-Nya cukup untuk mengantar saya mengalami petualangan-petualangan iman lainnya.
Ulang Tahun yang Berbeda
Saya mengikuti sebuah Persekutuan Doa di malam tanggal 28 Maret. Diberikan kesempatan untuk bersaksi lewat pujian. Saya memilih lagu berjudul 'Karya Terbesar' yang mengungkapkan betapa bersyukurnya saya atas Karya Terbesar Tuhan yang dilakukan dalam hidup saya. Kemudian, didoakan oleh pembawa Firman. Satu kalimat yang keluar dari mulut pembawa Firman tersebut kepada saya:
Maya.. Tetap menjaga hati supaya rendah hati.. Teruslah memuji kebesaran Tuhan..
Terus bernyanyi.. Dimanapun kamu berada kamu akan dipakai Tuhan..
Kata Ibu Laura (pemilik rumah tempat persekutuan), rasanya persekutuan hari ini memang disiapkan Tuhan untuk Ulang Tahun-nya Maya, karena ia biasanya hanya menyajikan makanan ringan seperti kue dan gorengan. Namun pada hari ini, ia memasak mie goreng spesial + cap cay dan kami bersama-sama menikmati makanan super lezat itu.
Sambil menikmati makanan itu, saya rasanya ingin menangis. Menangis karena bahagia berada di tengah orang baru namun merasa hangat dengan kasih Tuhan. Menangis karena sedih harus berdebat dengan keluarga mengenai masalah kepindahan ke Denpasar.
Teman..
Ulang Tahun kali ini memang berbeda. Tuhan mengajarkan sesuatu yang baru. Saya seperti anak burung Rajawali yang sedang dibawa ke langit yang tinggi, dilepaskan, dan dibiarkan untuk belajar terbang. Hanya keyakinan pada-Nya, bahwa Ia akan menangkap saya bila saya tak kuat mengepakkan sayap. Menangkap saya dengan pasti, tak meleset dan kembali mengajarkan saya bagaimana bisa terbang tinggi. Saya tahu pelajaran ini penting agar saya bisa hidup. Hidup di alam yang seharusnya menjadi dunia saya.
Mazmur 90:12
“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian,
hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”
2 comments:
Maaaakkk.. It's a great reflection. I keep praying for ur new journey. There will be God who'll always guide and accompany u my dear sister...:)
indah......
Post a Comment