Dear Readers..
Bagi saya, hidup itu seperti sebuah perjalanan petualangan yang penuh misteri.
Banyak kejutan yang bisa terjadi. Kejutan-kejutan itu merupakan peristiwa yang membawa suka dan duka, yang terkait dengan orang, perilaku, tempat dan waktu.
Dan sebenarnya kejutan-kejutan itu merupakan hadiah yang indah jika kita merespon dengan tepat sesuai dengan maksud hadiah itu diberikan.
Kumpulan kejutan-kejutan itulah yang memperindah hidup ini. Tanpa kejutan-kejutan itu, hidup hanya akan menjadi perjalanan datar dan tidak berbekas.
Dengan cara memandang seperti itulah, saya menyadari perlunya menikmati setiap momen bersama dengan orang lain dalam suasana, tempat dan waktu tertentu.
Kali ini saya ingin membagikan suatu hasil perenungan dari pembicaraan dari seseorang yang saya temui.
Kemarin setelah mengikuti Kebaktian Paskah di gereja bersama saudari-saudari cantik dan terindah yang pernah kumiliki Ivanna Muskananfola, Hestin Klaas, dan Tirsana Kailola, kami sengaja membuntuti satu pasangan lansia yang sedang berpegangan tangan di depan kami. Kebetulan dalam merayakan Paskah, pihak gereja menyediakan jamuan sederhana sehingga kami pun dengan bersemangat mengayunkan langkah menuju tempat jamuan tersebut. Dan disitulah kami bertemu dengan pasangan lansia Opa Jonathan dan Oma Lidia yang sangat menginspirasi kami.
Pemandangan di depan kami sangat menarik, untuk itu dengan cepat kami merencanakan agar bisa duduk bersama mereka. Bagaimana tidak menarik?? Bayangkan saja, opa dan oma ini sama-sama terlihat sulit berjalan. Walaupun begitu, mereka tetap bersemangat melemparkan senyuman luar biasa kepada setiap jemaat yang mereka temui.
Singkat cerita, kami berempat duduk semeja dengan pasangan tersebut, dan percakapan pun dimulai. Sambil menikmati secangkir teh panas dan sepotong kue berisi saus, kami mencoba menyusuri perjalanan kehidupan Opa Jo dan Oma Lidia dengan mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya memaksa secara ‘halus’ bagi Opa Jo untuk menceritakan sedikit dari petualangan kehidupannya.
Dan Opa Jo pun mulai bercerita, tentang pertemuannya dengan Oma Lidia semenjak Pemerintahan Kolonial Belanda masih menguasai negeri ini. Mereka adalah teman kerja pada waktu itu. Sambil menatap istrinya yang masih meninggalkan bekas kecantikan yang amat sangat itu, ia menceritakan bagaimana karakter oma yang begitu kuat dapat membuatnya bertekuk lutut tak berdaya untuk mendapatkan hati oma Lidia. Ia bercerita bagaimana tegasnya oma berargumen dengan prajurit Kolonial tanpa sedikit pun rasa takut. Padahal pada waktu itu, semua pria yg berani membalas perkataan mereka bisa disiksa habis-habisan. Perjuangan opa untuk mendapatkan perhatian oma pun dimulai. Walaupun harus mengayuh sepeda ontel dari Kenjeran sampai ke Dharmawangsa - Kota Surabaya setiap hari untuk menjemput wanita dambaannya, hal itu bukanlah sebuah pengorbanan yang terlalu besar baginya (Sampai sini, kami berempat sudah tersipu malu-malu karena terkesima dengan cerita dari Opa Jo).
Tanggal 20 Mei 2011 ini, usia pernikahan mereka genap berumur 60 tahun. Namun usia pernikahan yang sudah selama itu, tidak mengurangi sedikit pun keromantisan di antara mereka. Oma Lidia sudah tidak bisa berbicara dengan jelas, namun dengan sabar opa terus mendampinginya. Memegang gelas berisi teh dan menolong oma untuk bisa meminum dengan tenang dan lembut. Kami terus memperhatikan, bagaimana oma banyak mengoceh namun tak satupun kata yang dikatakannya mampu kami pahami, namun opa mendekatkan wajahnya dan menatap oma sambil berusaha untuk mengerti bahasa isyarat itu dan menerjemahkannya bagi kami.
Aku tak mengenalnya, namun aku tak enggan memegang erat tangannya. Dia memberiku rasa aman. Tak ada tempat ternyaman di dunia ini, selain berada di sisinya.
-Suara hati wanita 86 tahun pengidap Alzheimer-
Usut punya usut, Oma Lidia telah mengidap penyakit Alzheimer sejak tahun 1992. Sejak saat itu, oma mengalami gangguan memori yang mempengaruhi semua aspek kehidupannya. Mengalami perubahan mood, kepribadian, kesulitan berpikir dan berbicara, dan akhirnya tidak mampu mengurusi diri sendiri. Dan yang lebih parah, oma mengalami disorientasi waktu, tempat dan orang yang membuatnya juga tidak mengenal siapa Opa Jonathan.
Opa Jo bercerita kepada kami, tentang suatu kejadian yang lucu ketika oma mulai terkena dampak penyakit ini. Oma menceritakan hal-hal yang jelek tentang opa kepada para tetangga dan menganggap opa sebagai orang asing yang berada di rumahnya. Spontan kami pun, tertawa besar, opa pun ikut tertawa sambil menatap oma dengan kedalaman bahasa jiwa yang tidak mampu saya deskripsikan, yah saya hanya bisa merasakannya. Untuk kondisi sekarang ini, opa mengatakan bahwa oma sudah lama melupakan dirinya. Bahkan nama Opa Jonathan pun tak mampu diingat oleh oma. Oma hanya mengingat siapa namanya, “Lidia”, hanya itu. Namun, hal itu tidak pernah mengubah sedikit pun rasa cinta, penghormatan dan kekagumannya kepada pribadi oma.
Kisah cinta Opa Jonathan dan Oma Lidia yang telah mengarungi bahtera Rumah Tangga selama 60 tahun memberi kami suatu pelajaran hidup yang sangat berharga bahwa KASIH tanpa syarat itu benar-benar masih ada di dunia yang penuh 'syarat' ini. Akhir-akhir ini sepertinya sulit menemukan kisah cinta seperti ini di tengah dunia yang sedang berlari menuju ambang kehancuran. Dunia sedang kehilangan penghargaan terhadap CINTA. Dengan penuh ke’egoisan dan keangkuhan, cinta itu diucapkan. Namun sang pengikrar cinta dengan cepat menodai janji setia itu sendiri.
Janji kasih dan setia antara pria dan wanita, hanya menjadi kisah romantisme memuakkan di zaman ini. Kabar tentang perselingkuhan, pelecehan seksual dan perceraian serasa menjadi trend berita paling menggiurkan untuk disajikan. Janji kasih dan setia antara pejabat Negara dan Ibu pertiwi, menjadi kisah cinta ternoda yang sangat menjijikkan. Apalagi janji kasih dan setia orang yang mengaku pengikut Kristus kepada Tuhan-Nya. Ini janji setia yang paling banyak dipermalukan di muka bumi ini.
Perenungan dari Our Daily Bread tanggal 24 April 2011 kali ini mengatakan :
Namun, jika Yesus mengalahkan maut, semua yang dikatakan-Nya tentang pengampunan, kuasa perubahan, dan kehidupan kekal itu adalah sesuatu yang nyata.
Karena Kristus telah bangkit dan hidup hari ini, inilah kabar terindah yang memang jadi kenyataan!
Kebangkitan Kristus adalah suatu fakta sejarah yang menuntut orang memberi tanggapan dalam iman.
Yah.. Realita saat ini membuat dunia semakin ragu akan kekuatan KASIH. Namun, percayalah bahwa KASIH itu masih ada di dalam iman akan perubahan yang lebih baik. Kuasa cinta yang mampu mengubahkan yang telah rusak dan mendamaikan yang berseteru. Dan refleksi Paskah menjawab dan membuktikan bahwa apa yang dikatakan Tuhan Yesus tentang pengampunan, kuasa perubahan dan kehidupan kekal itu sesuatu yang nyata. Karena Allah adalah KASIH sehingga bukti dan jejak tentang KASIH tertinggi itu dapat kita temui walaupun di tengah dunia yang rusak dan kacau ini. Masih ada cinta yang berkuasa mengampuni, menyentuh hati dan mengubahkan hidup orang banyak. Masih ada harapan tentang perubahan akan kondisi yang lebih baik di masa depan.
Ketika KASIH itu harus diuji dengan panjangnya dimensi waktu dan tak terduganya setiap proses kehidupan yang mungkin akan semakin terpuruk dan menyedihkan, apakah KASIH itu masih terpatri dengan gagahnya di dalam kalbu sang pengikrar janji??
Menatap kepada masa depan. Menyorot kepada perubahan. Menjiwai kasih dalam setiap helaan napas. Karena keyakinan itu didasarkan pada suatu kepercayaan bahwa akan datang suatu masa pemulihan menyeluruh bagi dunia ketika Raja di atas segala raja itu datang kembali untuk kedua kalinya ke dalam dunia untuk memulihkan dan memerintah dengan kasih, keadilan dan kebenaran sampai selama-lamanya.
No comments:
Post a Comment